Aku Menyerah, Aku Kalah

Hai ...
Kau menyapa ku di hari lalu
Sebuah masa dimana bahagia mu hanya tentang ku
Sesekali juga tentang kelas tanpa tugas dan game online kesukaan mu
Karena itu adalah definisi bahagia menurut mu
Namun yang terjadi berikutnya, bahagia ku adalah bahagia mu.

Hampir ...
Rasa ku ini bukan hanya sekedar hampir
Berharap kau tak hanya sekedar mampir
Bahkan hati ini tak lagi aku yang menyetir
Namun yang terjadi berikutnya, yang kudapat hanyalah getir

Perpisahan ...
Kata terakhir yang kau ucapkan
Yang membuatku hancur bersama harapan
Yang membuatku lebur bersama keinginan
Kau yang menumbuhkan harapan
Kau pula yang memutuskan untuk tak lagi sejalan
Bodohnya aku memilih tetap bertahan
Menahan kau agar tak gegabah meninggalkan
Sebab katamu dulu, bersamaku adalah harap yang paling kau inginkan
Kau harus tau, Tuan.
Hati ini tak ingin kau tinggalkan
Meski saat bersamamu air mata sering tumpah ruah tak tertahankan
Meski saat bersamamu tak sedikit sedih dan pedih selalu ku dapatkan
Namun aku gigih ingin tetap bertahan
Sedangkan punggung mu tak dapat lagi kau palingkan
Kau sudah terlalu jauh meninggalkan
Dan untukku kini, berpura pura bahagia menjadi pilihan

Pergilah ...
Aku menyerah, aku mengaku kalah
Mungkin juga aku telah lelah
Jalan kita telah usai, aku memilih pasrah
Aku mengaku kalah atas rasa ku padamu yang terlalu megah
Aku mengaku kalah atas imajinasi ku padamu yang tumbuh tak terarah

Selamat tinggal, Tuan.
Sapaan mu di hari lalu berakhir kenangan
Seperti yang kau inginkan
Aku akan segera melupakan
Namun untukmu, doa doa terbaik selalu ku terbangkan
Semoga setelah keputusan itu — kau menemukan bahagiamu, Tuan:)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Quarter Life Crisis: Antara Ambisi dan Realistis

Kebahagian Sederhana pada Satu Atap

Diri